Jumat, 24 Oktober 2014

PEMBENTUKAN LEBIH LANJUT


            Yang dimaksud pembentukan lebih lanjut ialah pembentukan kata turunan melalui proses morfologi bahasa Indonesia dengan kata-kata serapan sebagai bentuk dasarnya. Kata-kata serapan, sebagai warga kosakata bahasa Indonesia, juga dapat mengalami proses pembentukan sebagaimana warga kosakata yang lain. Proses pembentukan itu ada tiga macam, yaitu pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan.
            Dalam kaitannya dengan penambahan awalan meng-, peng- dan peng-an perlu diamati apakah kata dasar yang berupa kata serapan itu diperlakukan sama atau berbeda dengan kata-kata yang lebih asli. Juga mengingat bahwa unsur-unsur serupa itu ada yang diawali dengan gugus konsonan.
            Kata-kata yang diawali oleh konsonan hambatan tak bersuara /p/, /t/, /k/, dan geseran apiko-alveolar /s/ jika mendapat awalan meng- atau peng- fonem tersebut hilang atau luluh, contohnya: pukul menjadi memukul dan pemukul, tolong menjadi menolong dan penolong, karang menjadi mengarang dan pengarang, susun menjadi menyusun  dan penyusun.
            Kata-kata serapan yang diawali dengan konsonan hambatan bilabial tak bersuara /p/ contohnya: paket, parker, potret, piket. Jika mendapat awalan meng- dan peng- atau peng-an, kata-kata tersebut menjadi memaketkan, memarkir, memotret, dan memiketi; pemaketan, pemarkiran, pemotretan, pemiketan.
            Kata-kata serapan yang diawali dengan konsonan hambatan apiko dental tak bersuara /t/ contohnya: target, terror, terjemah, telpon. Apabila dibentuk dengan awalan meng- menjadi menargetkan atau mentargetkan; meneror atau menteror, menerjemahkan, dan menelpon. Jika dibentuk dengan peng-an menjadi; penargetan atau pentargetan, peneroran atau penteroran, penerjemahan, dan penelponan. Bentukan menargetkan dan penargetan meneror dan peneroran agaknya masih belum berterima. Kata ‘tekel’ (dari tackle) tidak berterima jika dibentuk menjadi menekel dan penekelan, yan berterima ialah men-tekel dan pen-tekel-an.
            Agar dapat dibentuk sesuai dengan kaidah morfonemik yang berlaku, kata asing yang kemudian menjadi kata dasar itu harus sudah dikenal dengan baik. Untuk kata-kata yang belum dikenal, bukan saja konsonan awalnya tidak mengalami peluluhan, melainkan juga diberi tanda hubungan untuk mempertegas batas antara kata dasar dengan unsur-unsur pembentukannya.
            Konsonan geseran labio-dental tak bersuara /f/ dulu disesuaikan dengan system fonologi bahasa Indonesia menjadi /p/. yang sudah disesuaikan menjadi /p/ mengalami penghilangan atau luluh, sedangkan apabila tetap /f/ mendapat sengauan yang homorgan, yaitu /m/.
            Konsonan hambatan dorso-velar tak bersuara /k/ yang mengalami kata-kata katrol, kontak, konsep, dan keker luluh apabila mendapat awalan meng- atau konfiks peng-an.
            Kata-kata serapan yang diawali dengan fonem geseran apiko-dental tak bersuara /s/ ada yang mengalami peluluhan ada yang tidak. Jika mendapat awalan meng- dan peng-an.
            Seperti halnya pada unsur serapan yang lai, kata-kata yang masih terasa asing mendapat perlakuan yang berbeda.
            Kata dasar serapan yang diawali oleh gugus konsonan /pr/ seperti pada protes, program, produksi, dan praktik, jika mendapat awalan meng- /p/ tidak luluh menjadi: memprotes, memprogra memproduksi, dan mempraktikkan. Tetapi apabila mendapat konfiks peng-an /p/-nya luluh.
            Kata-kata serapak yang diawali dengan gugus /kr/ konsonan /k/-nya tidak hilang bila mendapat awalan meng-. Tetapi /k/ itu lebur apabila mendapat awalan peng- atau peng-an.
            Kata-kata serapan yang diawali dengan gugus konsonan /tr/, /st/, /sk/, /sp/, /pl/, /kl/, konsonan yang awalnya tidak pernah mengalami peleburan, baik dalam pembentukan dengan awalan meng-, peng-, maupun konfiks peng-an.
            Kata-kata serapan yang diawali oleh gugus konsonan yang terjadi atas tiga fonem dan fonem yang pertama berupa hambatan atau geseran tak bersuara, kalau ada, sudah tentu konsonan pertamanya tidak pernah lebur apabila mendapat awalang meng- atau peng-.
            Kata-kata serapan itu tentu saja juga dapat mengalami proses pengulangan. Kata-kata serapan tidak dapat mengalami perulangan sebagian yang berupa dwipurwa atah dwiwasana. Pada pengulangan dengan awalan konsonan awal pada suku ulangannya juga tidak luluh.

Rabu, 15 Oktober 2014

EJAAN

1.         PENULISAN HURUF
             a.     Penulisan Huruf Kapital
                 Biasa digunakan pada :
-          Mengawali kalimat yang baru.
-          Sebagai huruf awal pada nama diri.
-          Ucapan langsung.
-          Yang berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab suci.
-          Nama diri, gelar kehormatan, keturunan, atau keagamaan.
Contoh :
-          Sebaiknya kita harus mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
-          Presiden pertama Indonesia adalah Ir. Soekarno.

             b.      Huruf Tebal dan Huruf Miring
-          Judul karang yang dimuat dalam majalah atau dalam buku kumpulan karangan, atau judul satu bab dari suatu buku yang ditulis dengan huruf miring.
-          Untuk menegaskan atau mengkhususkan kata, bagian kata atau kelompok kata.
-          Untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing yang belum disesuaikan ejaannya.
Contoh :
-          Hari ini saya baru selesai membaca novel Lovely Basket.
-          Vira adalah salah satu teman saya yang berlangganan majalah Bobo.

2.         PENULISAN PARTIKEL DAN AWALAN
-          Ada kata atau awalan yang harus ditulis serangkai, yaitu adi-. Juga awalan awa- yang digunakan untuk mengindonesialan awalan de- pada kata-kata pinjaman dari bahasa Inggris dan Belanda.
-          Kata antara ditulis terpisah,, tetapi antar- ditulis serangkai.
-          Kata maha apabila dirangkai dengan kata dasar ditulis serangkai. Yang dikecualikan dari ketentuan di atas ialah kata Maha esa yang meskipun kata maha itu dirangkai dengan kata dasar, tetapi harus dipisah Ejaan yang betul.
-          Bentuk-bentuk lain yang dirangkai ialah awalan pra-, pasca-, pramu-, purna-, tuna-.
-          Kata-kata seperti anti-, non-, sub-, poli-, ultra-, supra-. Juga ditulis serangkai dengan kata mengikuti.
-          Gabungan dua kata yang diapit oleh awalan dan akhiran juga ditulis serangkai.
Contoh :
-          Antisipasi
-          Suprastruktur

3.         PENULISAN BILANGAN
-          Bilangan yang menunjukan tahun, jam, tanggal, nomor rumah, harus ditulis dengan angka.
-          Bilangan yang menunjukkan jumlah dari satu sampai Sembilan ditulis dengan huruf.
-          Dalam table atau grafik jumlah satu sampai Sembilan pun ditulis dengan angka.
-          Jumlah seperti uang, luas tanah, berat suatu benda, jarak antara suatu tempat dengan tempat lain, singkatnya jumlah yang menyatakan ukuran dengan timbangan, selalu ditulis dengan angka.
-          Bilangan tingkat dapat dinyatakan dengan huruf, dengan angka, dan dengan huruf dan angka.
Contoh :
-          0,5 sentimeter
-          1 jam 20 menit

4.         TANDA BACA
a.       Tanda Titik (.)
-          Dipakai untuk menandai berakhirnya kalimat.
-          Digunakan sesudah nomor baba tau subbab atau bagian dari subbab.
-          Singkatan dengan huruf kapital yang merupakan gelar yang diletakkan di belakang nama tetap menggunakan titik dibelakang tanda koma tersebut.
-          Digunakan dalam daftar pustaka yang rujukannya menggunakan sistem rujukan tahun dan halaman. Karangan yang menggunakan rujukan pengarang atau penyunting, antara judul buku dan kota penerbit.
Contoh :
-          Kutipan itu diambil dari halaman 3 dan 6.
-          D. Rangga senang mengobati orang sakit.

b.      Tanda Koma (,)
-          Digunakan untuk menandai adanya jeda atau kesenyapan antara dalam suatu kalimat.
-          Sering digunakan setelah seruan.
-          Digunakan dalam kalimat majemuk yang anak kalimatnya mendahului induk kalimatnya.
-          Untuk membatasi unsur-unsur dalam suatu perincian.
-          Untuk membatasi kata-kata dalam kalimat petikan langsung.
-          Dipakai di antara nama dan alamat, bagian-bagian alamat, dan di antara nama tempat dan wilaya suatu negara yang ditulis secara beruntun.
Contoh :
-          Studio tersebut tersedia berupa gitar, drum dan bass.
-          “Jangan buang sampah sembarangan,” kata Budi.

c.       Titik Koma (;)
-          Digunakan untuk memisahkan bagian kalimat yang sejenis dan setara.
-          Untuk membatasi bagia-bagian kalimat yang sudah mengandung koma.
-          Untuk memisahkan kalimat-kalimat dalam suatu perincian.
Contoh :
-          Hari makin sore; kami belum selesai juga.
-          Desi sibuk bernyanyi; ibu sibuk bekerja di dapur.

d.      Titik Dua (:)
-          Dipakai diakhir suatu pernyataan yang lengkap dan diikuti oleh rangkain atau perincian.
-          Digunakan untuk pemerian yang berbentuk formula.
-          Juga dalam surat-surat undangan yang menyebutkan hari/tanggal, pukul, tempat dan cara dalam bentuk formula.
-          Untuk membatasi judul karangan dengan subjudulnya, di antara surat dan ayat dalam kitab suci, diantara tahun dan halaman dalam rujukan kurung antara nama kota dan nama penerbit dalam daftar pustaka.
Contoh :
-          Project By : Ahmad Project
Editor : Wicak
-          Budi : “Siap, Pak.”

e.      Tanda Petik (“ “)
-          Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah atau bahan tertulis lain.
-          Mengapit judul syair, karangan, bab buku apabila dipakai dalam kalimat.
-          Mengapit istilah kalimat yang kurang dikenal.
Contoh :
-          Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara adalah Bahasa Indonesai.”

f.        Tanda Hubung (-)
-          Digunakan untuk menghubungkan kata-kata yang diulang .
-          Digunakan apabila huruf-huruf dirangkaikan dengan bilangan, huruf kecil, atau huruf kecil yang dirangkaikan dengan huruf kapital.
-          Digunakan untuk menghubungkan awalan atau akhiran dalam bahasa indonesia yang dirangkaikan dengan kata dasar asing.
Contoh :
-          Anak-anak kelaparan.
-          Di-packing

5.         TANDA-TANDA BACA YANG LAIN
              a.       Tanda Elips (...)
-          Digunakan untuk menandai tuturan yang terputus-putus.
-          Digunakan dalam suatu kutipan menunjukan bahwa ada kata-kata yang tidak dikutip dalam kutipan tersebut.
Contoh :
-          “Plak...alhamdulilah...”
-          “Aduh...lupa...”

              b.      Tanda Tanya (?)
-          Untuk menandai kalimat tanya dan diletakan di akhir kalimat.
-          Tanda tanya yang ditarh di antara tanda kurung digunakan untuk menyatakan keragu-raguan atau kesangsian.
Contoh :
-          Siapa Presiden Indonesia Pertama ?
-          Tanggal berapa sekarang ?

              c.       Tanda Seru (!)
-          Digunakan utnuk mengapit penjelasan atau keterangan.
Contoh :
-          Jangan letakkan benda itu disana !
-          Keluar !

              d.      Tanda Kurung ()
-          Digunakan juga untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan merupakan bagian yang pokok dari pembicaraan.
-          Digunakan untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci keterangan.
Contoh :
-          Jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga disebut demand (permintaan).

             e.      Tanda Kurung Siku []
-          Digunakan sebagai tanda koreksi bahwa dalam naskah itu terdapat huruf, kata, atau kelompok kata yang ditulis di antara tanda kurung siku tersebut.
-          Untuk memberikan tanda kurung di dalam bagian kalimat yang sudah mengunakan tanda kurung.
Contoh :
-          Persamaan akuntansi ini (perbedaannya ada di Bab 1 [lihat halaman 38-40]) perlu dipelajari disini.

             f.        Tanda Garis Miring (/)
-          Digunakan dalam penomoran surat.
-          Untuk membatasi antara gang dengan nomor
Contoh :
-          Modem itu memiliki kecepatan sampai 7,2 Mb/s.

             g.       Tanda penyikat atau apostrof (‘)
-          Digunakan untuk menunjukan adanya bagian-bagian yang dilesapkan.
Contoh :
-          Budi bertugas sebagai pembaca pembuka UUD ’45.